Apakah kita tidak pernah sombong?

0 komentar

Dahulu kala diceritakan pernah ada seorang suami dan istri yang ketika sedang duduk di depan rumahnya, melintas sepasang laki-laki dan wanita di depan mereka. Sang wanita tinggi ramping dan mengenakan baju indah, sementara yang laki-laki berpostur pendek dan sederhana. Tiba-tiba si istri yang melihat berkata, "Huh, wanita itu sungguh sombong. Dia berdandan agar dirinya tampak lebih tanpa memperhatikan orang lain."
Seketika itu suaminya berkata, "Kejar wanita itu dan minta maaf padanya."
Setelah mereka bertemu dan istri itu minta maaf, wanita itu menjelaskan bahwa dia berdandan dengan indah untuk membahagiakan suaminya agar suaminya bisa 'bangga' dengan dirinya. Dan suami wanita itu adalah lelaki pendek yang sedang berjalan bersamanya.
Cerita ini adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang kita jalani yang menunjukkan betapa mudahnya kita menilai manusia dari apa yang tampak diluarnya. Kita begitu mudah menjatuhkan hukuman predikat sombong kepada orang yang tampak tidak simpatik bagi kita. Kita dengan mudah mengatakan arogan kepada mereka yang sikapnya menurut kita tidak menyenangkan.
Kemudian kita membenci mereka dengan berlindungkan hadist "Tidak akan masuk surga orang yang dalam lubuk hatinya terdapat perasaan sombong (arogan) walaupun cuma sebesar atom." (HR Bukhari Muslim) atau bahkan dengan ayat Allah "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (Luqman:18) tanpa kita pernah tahu kenapa mereka bersikap seperti itu.
Jangan-jangan kita pernah mengatakan teman kita sombong karena tidak mau menerima uluran tangan kita, padahal bisa jadi dia begitu ingin hanya bergantung pada Allah dengan tidak merepotkan kita. Jangan-jangan kita pernah mengatakan orang lain sombong karena ia tidak pernah mau berkumpul dengan kita padahal ia ingin menjaga diri dari kesia-siaan waktu atau bahkan karena harus mengerjakan pekerjaan lain yang tidak bisa menunggu. Jangan-jangan kita pernah mengatakan kawan kita sombong hanya karena ia tidak pernah mau menegur sapa kita terlebih dahulu padahal pada dasarnya ia memang pemalu. Jangan-jangan kita pernah membenci orang karena penampilannya, padahal memang Allah yang menciptakan tubuhnya seperti itu.
Jika seperti ini yang sudah kita kerjakan, Saudaraku, maka kita harus waspada bahwa jangan-jangan kita yang sesungguhnya sombong. Kita bisa jadi telah berdosa kepada Allah karena kita sesungguhnya telah mengambil alih kekuasaan-Nya dalam menilai hati manusia. Ingatkah kita bahwa hanya Allah yang bisa melihat apa yang tersembunyi di balik hati manusia?
Kepada kawan itu pun kita juga berdosa karena telah berburuk sangka. Rasulullah Saw sendiri pernah berkata, "Berhati-hatilah kalian dari prasangka-prasangka (yang buruk). Karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya perkataan." (Muttafaqun 'alaih). Juga ketahuilah bahwa dengan mencapnya sombong kita sebenarnya telah menghina mereka yang justru bisa jadi sedang berusaha menjadi hamba Allah. Takutlah kita jika buruk sangka itu kemudian kita sebar-sebarkan, sementara kawan yang kita sakiti menangis di tengah malam mengadukan kita kepada Allah. Takutlah akan balasan perbuatan kita, Saudaraku.
Bagi saudara-saudaraku yang terzhalimi dengan diperlakukan sebagai orang sombong, tidak usah kalian berkecil hati. Apa yang kalian lakukan biarlah dinilai Allah, karena hanya Ia yang bisa memuliakan dan menghinakan kita. Luruskanlah niat dan sempurnakan amal. Serta maafkan dan doakan kami agar Allah mengampuni dosa-dosa kami yang memang suka mendewakan perasaan sendiri dan menilai segala sesuatu dari yang kasat mata ini.

BUSANAILAH UCAPAN ANDA DENGAN SENYUM

0 komentar

Tersenyumlah.
Karena senyuman akan meluluhkan banyak hal.
Ia menghangatkan kepalan tangan yang menggigil.
Ia menyejukkan dada yang membara.
Tak cukup anda hanya berkata-kata,
lebih baik anda meriasnya dengan busana terindah;
yaitu senyuman.

Tersenyumlah saat bertatap muka, berbicara ditelepon,
atau menulis surat.
Anda akan dikejutkan betapa hebatnya secarik senyuman
mengubah diri anda dan orang lain.
Senyuman adalah bahasa bibir yang langsung mengetuk hati.

Karena tersenyum adalah sedekah termudah, termurah
dan terindah yang bisa anda berikan,
jangan sembunyikan itu di balik kebekuan hati anda.

Entah darimana anak-anak belajar melukis wajah
matahari pagi dengan selengkung senyum.
Mungkin mereka tahu, segarnya senyuman tak kalah dari
segarnya matahari pagi.

Mungkin pula mereka teringat, semasa bayi dahulu, para
orangtua rela berjungkir balik atau menampakkan mimik lucu
mereka, demi sebuah senyuman tulus seorang bayi.

Atau, mungkin anak-anak itu mengajari anda bahwa
memulai hari dengan senyuman jauh lebih berharga daripada
memikirkan rencana-rencana lain.

Cobalah.................

Tapi ingat jangan terlalu banyak senyum di depan monitor,
bisa di kira GILA, atau SINTING

Trimakasih

0 komentar

eramuslim - Nicodemus (32) dan Abdul Rohim (23), Anda pasti tak mengenalnya. Seperti saya, sebelum media-media massa hari ini memberitakan jatuhnya Gondola seberat 2 ton yang membawa dua lelaki naas itu saat sedang melakukan aktifitas rutinnya membersihkan kaca Gedung Bank Indonesia (BI). Jatuh dari lantai 13 dan terhempas di lantai 5 bersama dengan benda seberat 2 ton di gedung tersebut, jelas membuat keluarga Nicodemus dan Rohim menangis kehilangan orang yang dicintainya.
Setelah kejadian naas tersebut, seolah dua nama tersebut dikenal orang, meski dalam waktu sepekan bisa dipastikan sudah hilang oleh derasnya arus informasi di kota sebesar Jakarta ini. Saya, seperti juga Anda tak pernah mengenal dua lelaki itu, bahkan bisa jadi sebagian besar pegawai BI pun tak pernah mengenalnya meski hampir setiap hari mereka hadir dan melakukan sesuatu untuk (gedung) mereka. Mungkin diantara mereka ada yang berkata: “Ya Allah, kasihan sekali” atau “oooh... itu yang namanya Nico dan Rohim”. Dan bisa jadi ada yang bertanya, “Yang mana sih, koq saya nggak pernah tahu”.
Ada dua hal mutlak yang ada pada diri manusia, pertama, waktu yang dimiliki manusia itu terbatas. Dan kedua, manusia yang satu tidak akan pernah bisa hidup tanpa manusia yang lain. Bahwa waktu yang kita miliki itu terbatas itu suatu kemutlakan yang tidak bisa dibantah. Bukan hanya dalam hitungan jam yang tidak pernah lebih dari menjadi 25 jam perhari, tetapi lebih jauh dari itu, setiap manusia semestinya menyadari batas waktu yang diberikan oleh Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang akan hidup kekal, seperti halnya bumi tempat kita berpijak ini pun akan hancur pada masa akhir nanti.
Kemutlakan kedua, setiap manusia sebenarnya tak bisa membantah hal ini, namun terkadang tidak sedikit yang menafikan keberadaan, keterlibatan maupun partisipasi manusia lain dalam setiap kesuksesan, prestasi, keberhasilan dan kemenangan yang diraihnya. Nah, kaitannya dengan kemutlakan kedua inilah sedianya setiap kita menyadari status manusia sebagai makhluk sosial yang –setidaknya- telah teringankan sebagian besar beban hidup ini dengan adanya manusia yang lain.
Seperti Nico dan Rohim yang setiap hari membantu orang lain menjadikan pemandangan keluar melalui jendela kantor Bank Indonesia tidak nampak kusam. Bayangkan jika tidak ada orang seperti mereka yang mau menanggung resiko terjatuh dari lantai 13. Begitu juga dengan para office boy yang sudah menyiapkan teh atau kopi panas di meja kerja bahkan sebelum sempat kita duduk. Bagaimana dengan para pembantu rumah tangga yang setiap hari melayani kebutuhan Anda dan keluarga, terbangun lebih awal dan tidur paling akhir. Mungkin kita bisa berkilah, karena telah membayar keringat mereka, selain juga mereka yang membutuhkan pekerjaan itu. Bahkan ada yang cukup sarkas menganggap bahwa sudah nasib mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan itu.
Nico dan Rohim, para office boy, pembantu rumah tangga kita, tukang sampah yang mengangkut sampah dari rumah, sopir bus ataupun sopir pribadi, mereka mungkin tak pernah berharap tips, imbalan atau bonus lain dari apa yang sudah menjadi hak mereka. Mereka tak pernah iri dengan kenaikan gaji atau pangkat kita, tak pernah bermimpi suatu saat tak lagi menghidangkan teh atau kopi panas karena mereka sangat sadar betapa berbedanya mereka dengan kita. Tak pernah terbersit dalam benak para pembantu kita akan menjadi majikan yang kerap dilayani. Tapi, apakah kita pernah menghargai kerja mereka? Bahkan sekedar mengucapkan terima kasih. Ketinggian jabatan, pakaian yang bagus dan mobil mentereng, juga status sebagai majikan, bukan alasan untuk tak sekedar mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa mereka. Sungguh, sebagian dari kita ternyata sudah membuktikan, ucapan terima kasih yang tulus kita alamatkan kepada mereka atas setiap pelayanannya, cukup membuat mereka tersanjung dan merasa diri sebagai manusia yang utuh. Dan buat kita, jangan kaget jika hanya karena ucapan ringan itu kualitas pelayanan dan pengabdian mereka kepada kita akan lebih meningkat.
Tapi sayang, sebagian kita memang egois dan tak tahu rasa bersyukur. Bahkan sampai orang-orang ‘kecil’ yang telah banyak membantu kita itu telah menemui kemutlakan pertama, kita tak pernah menyapa mereka dengan kasih sayang. Masih ingatkah kita terhadap pembantu rumah tangga yang pernah sekian tahun mengabdi? Dimana mereka sekarang? Masih hidupkah mereka? (Bayu Gautama)

0 komentar

eramuslim - Nicodemus (32) dan Abdul Rohim (23), Anda pasti tak mengenalnya. Seperti saya, sebelum media-media massa hari ini memberitakan jatuhnya Gondola seberat 2 ton yang membawa dua lelaki naas itu saat sedang melakukan aktifitas rutinnya membersihkan kaca Gedung Bank Indonesia (BI). Jatuh dari lantai 13 dan terhempas di lantai 5 bersama dengan benda seberat 2 ton di gedung tersebut, jelas membuat keluarga Nicodemus dan Rohim menangis kehilangan orang yang dicintainya.
Setelah kejadian naas tersebut, seolah dua nama tersebut dikenal orang, meski dalam waktu sepekan bisa dipastikan sudah hilang oleh derasnya arus informasi di kota sebesar Jakarta ini. Saya, seperti juga Anda tak pernah mengenal dua lelaki itu, bahkan bisa jadi sebagian besar pegawai BI pun tak pernah mengenalnya meski hampir setiap hari mereka hadir dan melakukan sesuatu untuk (gedung) mereka. Mungkin diantara mereka ada yang berkata: “Ya Allah, kasihan sekali” atau “oooh... itu yang namanya Nico dan Rohim”. Dan bisa jadi ada yang bertanya, “Yang mana sih, koq saya nggak pernah tahu”.
Ada dua hal mutlak yang ada pada diri manusia, pertama, waktu yang dimiliki manusia itu terbatas. Dan kedua, manusia yang satu tidak akan pernah bisa hidup tanpa manusia yang lain. Bahwa waktu yang kita miliki itu terbatas itu suatu kemutlakan yang tidak bisa dibantah. Bukan hanya dalam hitungan jam yang tidak pernah lebih dari menjadi 25 jam perhari, tetapi lebih jauh dari itu, setiap manusia semestinya menyadari batas waktu yang diberikan oleh Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang akan hidup kekal, seperti halnya bumi tempat kita berpijak ini pun akan hancur pada masa akhir nanti.
Kemutlakan kedua, setiap manusia sebenarnya tak bisa membantah hal ini, namun terkadang tidak sedikit yang menafikan keberadaan, keterlibatan maupun partisipasi manusia lain dalam setiap kesuksesan, prestasi, keberhasilan dan kemenangan yang diraihnya. Nah, kaitannya dengan kemutlakan kedua inilah sedianya setiap kita menyadari status manusia sebagai makhluk sosial yang –setidaknya- telah teringankan sebagian besar beban hidup ini dengan adanya manusia yang lain.
Seperti Nico dan Rohim yang setiap hari membantu orang lain menjadikan pemandangan keluar melalui jendela kantor Bank Indonesia tidak nampak kusam. Bayangkan jika tidak ada orang seperti mereka yang mau menanggung resiko terjatuh dari lantai 13. Begitu juga dengan para office boy yang sudah menyiapkan teh atau kopi panas di meja kerja bahkan sebelum sempat kita duduk. Bagaimana dengan para pembantu rumah tangga yang setiap hari melayani kebutuhan Anda dan keluarga, terbangun lebih awal dan tidur paling akhir. Mungkin kita bisa berkilah, karena telah membayar keringat mereka, selain juga mereka yang membutuhkan pekerjaan itu. Bahkan ada yang cukup sarkas menganggap bahwa sudah nasib mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan itu.
Nico dan Rohim, para office boy, pembantu rumah tangga kita, tukang sampah yang mengangkut sampah dari rumah, sopir bus ataupun sopir pribadi, mereka mungkin tak pernah berharap tips, imbalan atau bonus lain dari apa yang sudah menjadi hak mereka. Mereka tak pernah iri dengan kenaikan gaji atau pangkat kita, tak pernah bermimpi suatu saat tak lagi menghidangkan teh atau kopi panas karena mereka sangat sadar betapa berbedanya mereka dengan kita. Tak pernah terbersit dalam benak para pembantu kita akan menjadi majikan yang kerap dilayani. Tapi, apakah kita pernah menghargai kerja mereka? Bahkan sekedar mengucapkan terima kasih. Ketinggian jabatan, pakaian yang bagus dan mobil mentereng, juga status sebagai majikan, bukan alasan untuk tak sekedar mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa mereka. Sungguh, sebagian dari kita ternyata sudah membuktikan, ucapan terima kasih yang tulus kita alamatkan kepada mereka atas setiap pelayanannya, cukup membuat mereka tersanjung dan merasa diri sebagai manusia yang utuh. Dan buat kita, jangan kaget jika hanya karena ucapan ringan itu kualitas pelayanan dan pengabdian mereka kepada kita akan lebih meningkat.
Tapi sayang, sebagian kita memang egois dan tak tahu rasa bersyukur. Bahkan sampai orang-orang ‘kecil’ yang telah banyak membantu kita itu telah menemui kemutlakan pertama, kita tak pernah menyapa mereka dengan kasih sayang. Masih ingatkah kita terhadap pembantu rumah tangga yang pernah sekian tahun mengabdi? Dimana mereka sekarang? Masih hidupkah mereka? (Bayu Gautama)

0 komentar

Leo F. Buscaglia, begitu namanya. Seorang professor
pendidikan di University of Southren California, di
Amerika. Ia seorang dengan seabreg kegiatan sosial dan
ceramah-ceramah tentang pendidikan. Satu tema yang
terus menerus dibawanya dalam banyak ceramah, adalah
tentang cinta.

"Manusia tidak jatuh 'ke dalam' cinta, dan tidak juga
keluar 'dari cinta'. Tapi manusia tumbuh dan besar
dalam, cinta," begitu katanya dalam sebuah ceramah.

Cinta, di banyak waktu dan peristiwa orang selalu
berbeda mengartikannya. Tak ada yang salah, tapi tak
ada juga yang benar sempurna penafsirannya. Karena
cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi
ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke
dataran yang lebih rendah.

Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang
cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih
baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna.
Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang
dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan
bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita
nikmati dengan cinta.

Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus
berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima,
memberi dan mempertahankan. Bandung Bondowoso tak
tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari
tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk
Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya,
diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu
yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih
yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di
India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat
nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena
cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal
dari cinta.

Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun
samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang
merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah
hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan
kehidupan yang lebih baik.

Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi
memberikan contoh kongkrit dalam kehidupan. Lewat
kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang
dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu,
meski langit telah mulai menguning, burung-burung
gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah
dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku,
kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an.
Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku
dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan
bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar
dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman
menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati
semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir
usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu
semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana
pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih
tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia
kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukan
mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai
anakku?"

"Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini
aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu,
Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian
dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di
atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan
penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?"
Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah
menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata jibril. Tapi itu ternyata tak
membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya
Jibril lagi.

"Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga
bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
membuang muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar
wahyu itu.

"Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut
ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan
lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah
tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan
telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang
lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan
di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii…" Dan, pupuslah kembang
hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta
sepertinya?

Ucapan Cinta terakhir

0 komentar

Suami Carol tewas dalam kecelakaan mobil tahun lalu. Jim, yang baru berumur lima puluh dua tahun, sedang mengemudikan mobil ke rumah, dari kantornya. Yang menabraknya adalah seorang remaja yang mabuk berat. Jim tewas seketika. Remaja itu masuk ruang gawat darurat, namun tidak sampai dua jam di sana.

Ironisnya lagi, hari itu hari ulang tahun Carol yang kelima puluh, dan Jim sudah membeli dua tiket pesawat ke Hawaii. Ia ingin memberi kejutan untuk istrinya. Tapi ia justru tewas gara-gara seorang pengemudi mabuk. "Bagaimana kau bisa mengatasi itu?" tanyaku pada Carol, setahun kemudian.

Mata Carol basah oleh air mata. Kupikir aku sudah salah bicara, tapi dengan lembut ia meraih tanganku dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku ingin menceritakan padamu. Ketika aku dan Jim menikah, aku berjanji bahwa setiap pagi, sebelum dia berangkat, aku mesti mengatakan bahwa aku mencintainya. Dia juga membuat janji yang sama. Akhirnya hal itu menjadi semacam gurauan di antara kami.

Ketika anak-anak mulai lahir, sulit untuk menepati janji itu. Aku ingat aku suka lai ke mobilnya sambil berkata, 'Aku mencintaimu', dengan gigi terkatup rapat kalau aku sedang marah. Kadang aku mengemudi ke kantornya untuk menaruh catatan kecil di mobilnya. Hal itu menjadi tantangan yang lucu. "Banyak kenangan kami tentang kebiasaan mengucapkan cinta ini setiap hari, sepanjang kehidupan perkawinan kami. "Pada pagi Jim meninggal, ia menaruh kartu ulang tahun di dapur, lalu pergi diam-diam ke mobilnya. Kudengar mesin mobilnya dinyalakan. Jangan coba-coba kabur, ya, pikirku. Aku lari dan menggedor jendela mobilnya, sampai ia membukanya.

"'Hari ini, pada ulang tahunku yang kelima puluh, Bapak James E. Garrett, aku, Carol Garrett, ingin menyatakan bahwa aku mencintaimu.' "Karena itulah aku bisa tabah menghadapi peristiwa itu. Karena aku tahu bahwa kata-kata terakhir yang kuucapkan pada Jim adalah 'Aku mencintaimu'.

0 komentar

eramuslim - Woman was made from the rib of man, She was not created from his head to top him, Not from his feet to be stepped upon, She was made from his side to be close to him, From beneath his arm to be protected by him, Near his heart to be loved by him.
Bagaimana perasaan seorang pria jika dikelilingi banyak wanita? Jika pertanyaan itu disodorkan kepada saya, maka ungkapan “bangga” nampaknya cukup mewakili perasaan saya. Saya senang setiap hari dikelilingi wanita cantik, shalihah pula. Dan tentu pada saat itu saya semakin merasa menjadi ‘pangeran’. Ups, jangan curiga dulu, karena wanita-wanita cantik nan shalihah yang saya maksud adalah istri dan dua anak saya yang keduanya ‘kebetulan’ wanita. Insya Allah.
Tidak hanya itu, sebelum saya menikah, saya juga lebih banyak disentuh oleh wanita, yakni ibu karena semenjak usia enam tahun saya memilih untuk ikut ibu saat ia bercerai dengan ayah. Sebuah naluri kedekatan anak terhadap ibunya yang tidak sekedar karena telah menghisap ratusan liter air susu ibunya, melainkan juga ikatan bathin yang tak bisa terpisahkan dari kehangatan yang senantiasa diberikan seorang ibu terhadap anaknya.
Karena itulah, dalam hidup saya tidak ingin berbuat sesuatu yang sekiranya dapat mengecewakan dan melukai seorang wanita. Namun sikap yang tepat dan bijak harus diberikan seorang pria mengingat wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang bengkok, yang apabila terdapat kesalahan padanya, pria harus berhati-hati meluruskannya. Terlalu keras akan mematahkannya, dibiarkan juga salah karena akan tetap pada kebengkokannya. Meski demikian, tidak sedikit pria harus membiarkan wanita kecewa demi meluruskan kesalahan itu, toh setiap pria yang melakukan itu pun sangat yakin bahwa kekecewaan itu hanya sesaat kerena selanjutnya akan berbuah manis.
Wanita itu ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak keindahannya, menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak berseri. Ia ibarat selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai, terombang-ambing oleh hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik air. Oleh karenanya, jangan biarkan hatinya robek terluka karena ucapan yang menyakitkan karena hatinya begitu lembut, jangan pula membiarkannya sendirian menantang hidup karena sesungguhnya ia hadir dari kesendirian dengan menawarkan setangkup ketenangan dan ketentraman. Sebaiknya tidak sekali-kali membuatnya menangis oleh sikap yang mengecewakan, karena biasanya tangis itu tetap membekas di hati meski airnya tak lagi membasahi kelopak matanya.
Wanita itu mutiara. Orang perlu menyelam jauh ke dasarnya untuk mendapatkan kecantikan sesungguhnya. Karenanya, melihat dengan tanpa membuka tabir hatinya niscaya hanya semu sesaat yang seringkali mampu mengelabui mata. Orang perlu berjuang menyusur ombak, menahan arus dan menantang semua bahayanya untuk bisa meraihnya. Dan tentu untuk itu, orang harus memiliki bekal yang cukup sehingga layak dan pantas mendapatkan mutiara indah itu.
Wanita itu separuh dari jiwa yang hilang. Maka orang harus mencarinya dengan seksama, memilihnya dengan teliti, melihat dengan hati-hati sebelum menjadikannya pasangan jiwa. Karena jika salah, ia tidak akan menjadi sepasang jiwa yang bisa menghasilkan bunga-bunga cinta, melainkan noktah merah menyemai pertikaian. Ia tak akan bisa menyamakan langkah, selalu bertolak pandang sehingga tak memberikan kenyamanan dan keserasian. Ia tak mungkin menjadi satu hati meski seluruh daya dikerahkan untuk melakukannya. Dan yang jelas ia tak bisa menjadi cermin diri disaat lengah atau larut.
Wanita memiliki kekuatan luar biasa yang tak pernah dipunyai lawan jenisnya dengan lebih baik. Yakni kekuatan cinta, empati dan kesetiaan. Dengan cintanya ia menguatkan langkah orang-orang yang bersamanya, empatinya membangkitkan mereka yang jatuh dan kesetiaannya tak lekang oleh waktu, tak lebur oleh perubahan.
Dan wanita adalah sumber kehidupan. Yang mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah kehidupan baru, yang dari dadanya dialirkan air susu yang menghidupkan. Sehingga semua pengorbanannya itu layak menempatkannya pada kemuliaan surga, juga keagungan penghormatan. Tidak berlebihan pula jika Rasulullah menjadi seorang wanita (Fathimah) sebagai orang pertama yang kelak mendampinginya di surga.
Untung saya bukan penyanyi ngetop yang menjadikan wanita dan cintanya sebatas syair lagu demi meraup keuntungan. Sehingga yang tampak dimata hanyalah wanita sebatas bunga-bunga penghias yang bisa dicampakkan ketika tak lagi menyenangkan. Kebetulan saya juga bukan bintang sinetron yang kerap diagung-agungkan wanita. Karena kalau saya jadi mereka, tentu ‘kebanggaan’ saya dikelilingi wanita cantik bisa berbeda makna dengan kebanggaan saya sebagai seorang yang bukan siapa-siapa.
Bagusnya juga wanita-wanita yang mendekati dan mengelilingi saya bukanlah mereka yang rela diperlakukan tidak seperti bunga, bukan selayaknya mutiara dan tak selembut sutra. Bukan wanita yang mencampakkan dirinya sendiri dalam kubangan kehinaan berselimut kemewahan dan tuntutan zaman. Tidak seperti wanita yang rela diinjak-injak kehormatannya, tak menghiraukan jerit hatinya sendiri, atau bahkan pertentangan bathinnya. Juga bukan wanita yang membunuh nuraninya sendiri sehingga tak menjadikan mereka wanita yang pantas mendapatkan penghormatan, bahkan oleh buah hatinya sendiri.
Dan sudah pasti, selain tak ada wanita-wanita macam itu yang akan mendekati lelaki bukan siapa-siapa seperti saya ini, saya pun tentu tidak akan betah berlama-lama berdekatan dengan mereka, apalagi bangga. Semoga … (cintaberdua@hotmail.com)

0 komentar

Sewaktu boy dan girl baru pacaran, boy melipat 1000
burung kertas
buat girl,
dan girl menggantungkannya di dlm kamar girl.
Boy mengatakan, 1000 burung kertas itu menandakan 1000
ketulusan
hatinya.
Waktu itu, girl dan boy setiap detik selalu merasakan
betapa indahnya
cinta
mereka b'dua....

Tetapi pada suatu saat, girl mulai menjauhi boy. Girl
memutuskan untuk
menikah dan pergi ke Perancis, ke Paris tempat yang
dia impikan di
dalam
mimpinya berkali2 itu!!

Sewaktu girl mau mutusin boy, girl bilang sama boy,
"Kita harus melihat dunia ini dengan pandangan yang
dewasa.....
Menikah bagi cewek adalah kehidupan kedua kalinya!!
Aku harus bisa memegang kesempatan ini dengan baik.
Kamu terlalu miskin, sungguh, aku tidak berani
membayangkan bagaimana
kehidupan kita nanti setelah menikah...!!"

Setelah Girl pergi ke Perancis, Boy bekerja keras, dia
pernah menjual
koran, menjadi karyawan sementara, bisnis kecil,
setiap pekerjaan
dia kerjakan dengan sangat baik dan tekun.

Sudah lewat beberapa tahun...
Karena pertolongan teman dan kerja kerasnya, akhirnya
dia mempunyai
sebuah
perusahaan. Dia sudah kaya, tetapi hatinya masih
tertuju pada Girl,
dia masih tidak dapat melupakannya.

Pada suatu hari, waktu itu hujan, Boy dari mobilnya
melihat sepasang
orang
tua berjalan sangat pelan di depan. Dia mengenali
mereka, mereka
adalah
orang tua Girl..

Dia ingin mereka lihat kalau sekarang dia tidak hanya
mempunyai mobil
pribadi, tetapi juga mempunyai Vila dan perusahaan
sendiri.
Boy ingin mereka tahu kalau dia bukan seorang yang
miskin lagi, dia
sekarang
adalah seorang Bos. Boy mengendarai mobilnya sangat
pelan sambil
mengikuti
sepasang orang tua tsb.

Hujan terus turun, tanpa henti, biarpun kedua org tua
itu memakai
payung,
tetapi badan mereka tetap basah karena hujan.

Sewaktu mereka sampai tempat tujuan, Boy tercegang
oleh apa yang ada
di
depan matanya, itu adalah tempat pemakaman! Dia
melihat di atas papan
nisan,foto Girl tersenyum sangat manis terhadapnya.

Di samping makamnya yang kecil, tergantung burung2
kertas yang
dibuatkan
Boy. Dalam hujan, burung2 kertas itu terlihat begitu
hidup.

Org tua Girl memberitahu Boy, Girl tidak pergi ke
paris.
Girl terserang kanker, Girl pergi ke surga. Girl ingin
Boy menjadi
orang
yang mempunyai keluarga yang harmonis, maka dengan
terpaksa ia berbuat
demikian terhadap Boy dulu. Girl bilang dia sangat
mengerti Boy, dia
percaya
kalau Boy pasti akan berhasil.

Girl mengatakan, kalau pada suatu hari Boy akan datang
ke makamnya dan
berharap dia membawakan beberapa burung kertas buatnya
lagi.
Boy langsung berlutut, berlutut di depan makam Girl,
menangis dengan
begitu sedihnya. Hujan pada hari Ching Ming itu terasa
tidak akan
berhenti, membasahi sekujur tubuh Boy. Dingin tidak
terasa lagi,
yang ada hanya kepiluan hati..

Boy teringat senyum manis Girl yang begitu manis dan
polos,
mengingat semua itu, hatinya mulai meneteskan darah...

Sewaktu Orang tua ini keluar dari pemakaman, mereka
melihat kalau Boy
sudah membukakan pintu mobil untuk mereka. Lagu sedih
terdengar dari
dalam mobil tersebut, "Hatiku tidak pernah menyesal,
semuanya hanya
untukmu
1000 burung kertas, 1000 ketulusan hatiku, beterbangan
di dalam angin
menginginkan bintang yang lebat besebaran di langit,
melewati sungai
perak,
apakah aku bisa bertemu denganmu? Tidak takut
berapapun jauhnya,
hanya ingin
sekarang langsung berlari ke sampingmu. Masa lalu
seperti asap,
hilang dan
takkan kembali, menambah kerinduan di hatiku.
Bagaimanapun
dicari,jodoh
kehidupan ini pasti tidak akan berubah.."
(lirik langsung ditranslate dari bahasa Mandarin)

Pesan:
Kalau kamu menginginkan semua orang di dunia ini
menemukan jodohnya,
maka kirimkanlah artikel ini kepada semua orang.
Sekarang berusahalah........ mengirimkan ini ke 20
orang atau lebih,
maka org2 di dunia ini akan menemukan pasangan
hidupnya. Termasuk
teman2 kamu...kirimkan kepada mereka, mereka seperti
barang berharga
yang
tidak mudah ditemukan. Mereka memberikan kita
kebahagiaan, mendorong
kita
untuk berhasil, mereka mendengarkan curhat kita dan
share pujian2
mereka.
Terus kirimkan kepada teman2 kamu dan semua orang yang
kamu kenal.

Apabila artikel ini kembali padamu, kamu akan tahu
kalau kamu
mempunyai
teman sejati. Ini adalah surat berantai, sudah mulai
dari thn 1877

Hikmah Dibalik Pergantian Tahun

0 komentar

Hari demi hari berlalu. Demikian juga minggu, bulan, dan tahun. Kita, baik sebagai individu maupun masyarakat , dalam hari-hari yang berlalu itu, senantiasa mengisi lembaran-lembaran yang setiap tahun kita tutup untuk kemudian kita buka kembali dengan lembaran baru pada tahun berikutnya. Lembaran-lembaran itu adalah sejarah
hidup kita secara amat rinci, dan itulah kelak yang akan
disodorkan kepada kita - sebagai individu dan masyarakat - untuk dibaca dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada Hari Kemudian nanti.
Bacalah lembaran (kitabmu), cukuplah engkau sendiri hari ini yang akan melakukan perhitungan atas dirimu (QS 17:14). Engkau akan melihat setiap umat berlutut, setiap umat diajak untuk membaca kitab amalan (sejarahnya) (QS 45:28).
Al Quran adalah buku pertama yang menegaskan bahwa bukan hanya individu, tetapi juga bangsa dan masyarakat, mempunyai hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang mengarahkan dan menentukan keruntuhan dan kebangkitannya. Masyarakat terdiri dari individu-individu, dan manusia sebagai individu mempunyai potensi untuk mengarahkan masyarakat dan diarahkan olehnya. Karena itu, manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok masyarakat bertanggung jawab atas dirinya dan atas masyarakatnya. Dari sinilah lahir apa yang dikenal dalam istilah hukum Islam sebagai fardhu ain dan fardhu kifayah.

Tuhan tidak mengubah keadaan suatu masyarakat , sebelum mereka mengubah (terlebih dahulu) sikap mental mereka (QS 13:11). Begitu bunyi sebuah ayat yang menafikan secara tegas ketentuan ekonomi sejarah dan secara tegas pula menempatkan sikap terdalam manusia
sebagi faktor penentu kelahiran sejarah. Dari sini dapat dipahami, mengapa para Nabi memulai langkah mereka dengan menanamkan kesadaran terdalam itu dalam jiwa umat. Darimana Anda Datang? Kemana Anda menuju? Bagaimana alam ini mewujud dan ke arah mana ia
bergerak? "Semua dari Allah dan akan kembali kepada-Nya" dan "Akhir dari segala siklus adalah kemablinya kepermulaan", demikian para sufi dan filosof Muslim merumuskan.
Itulah kesadaran pertama yang ditanamkan pada manusia. Kemudian disusul dengan kesadaran jenis kedua, yaitu kesadaran akan kemanusiaan manusia serta kehormatannya. Ruh Ilahi dan potensi berpengetahuan yang diperoleh makhluk ini dari Tuhan, mengundangnya untuk memanusiakan dirinya dengan jalan mengaktualkan pada dirinya sifat-sifat Ilahi sesuai dengan kemampuannya. Dan kesadaran ketiga yang ditanamkannya adalah kesadaran akan tanggung jawab sosial.
Mengapa kalian tidak berjuang di jalan Allah, sedangkan kaum lemah tertindas, baik lelaki, wanita, maupun anak-anak bermohon agar mereka dikaruniai penolong dan pelindung dari sisi Allah, demikian pesan Al Quran surah Al Nisa ayat 75.
Ayat diatas mengandung dua nilai keruhanian, yakni keniscayaan berjuang di jalan Allah dan tanggung jawab melindungi kaum lemah.

Perjuangan yang dilakukan karena Allah dan yang digerakkan oleh nilai-nilai suci itulah yang memajukan umat manusia dan peradabannya sekaligus mengukir sejarahnya dengan tinta emas.
Nah, kalau manusia atau masyarakat mampu mengisi hari-hari yang berlalu dalam hidupnya atas dasar kesadaran di atas, maka disanalah dia memperoleh kebahagiaan abadi. Dalam hal ini Al Quran menegaskan: Mereka itulah yang akan menerima lembaran sejarah
hidupnya dengan tangan kanannya (QS 17:71).

Quraish Shihab dikutip dari buku "Lentera Hati": Kisah dan Hikmah Kehidupan", oleh M. Quraish Shihab, Penerbin Mizan, Maret 1995